Kisruh Sepakbola Indonesia - 22 October 2015
Kisruh sepak bola dalam negri tahun ini mencapai babak terburuknya saat Kementrian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) mengambi keputusan tegas dengan memberikan sanksi administratif berupa tindakan dengan tidak akan diakuinya seluruh kegiatan keolahragaan PSSI, dengan kata lain pembekuan PSSI. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Iman Nahrawi secara resmi membekukan PSSI dari semua aktivitasnya melalui surat putusan No. 0137 Tahun 2015 pada hari Sabtu 17 April lalu. Menurut Menpora, PSSI dianggap telah mengabaikan tiga surat teguran yang telah dikeluarkan oleh pemerintah sehingga dikeluarkannya surat keputusan pembekuan tersebut.
Akibatnya kompetisi sepak bola terbesar di Indonesia; Indonesia Super League (ISL) yang berubah nama tahun ini menjadi (QNB) Qatar National Bank League mandek, dan itu berimbas kepada para pihak sponsor yang mundur dari klub-klub yang ikut berkompetisi untuk melanjutkan sponsorship yang telah disepakati. Hal tersebut membuat klub-klub QNB League terancam merugi hingga gulung tikar. Dengan mundurnya para sponsor, klub-klub yang memang kurang kuat dalam bidang finansial mulai kelimpungan dalam membayar para pemain dan official-nya. Banyak pemain dan official klub banting stir menjadi tukang ojek, buruh bangunan, hingga pengangguran akibat tidak berjalannya kompetisi. Belum lagi kisruh di meja hijau antara pihak PSSI dan Kemenpora yang membuat masalah menjadi semakin rumit. PSSI menggugat Kemenpora ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait surat menpora mengenai pembekuan PSSI, yang berujung pada putusan yang memenangkan pihak PSSI. Walaupun Menpora seperti tidak menggubris hasil putusan tersebut.
Tuduhan terhadap Menpora yang dianggap tidak peduli akan nasib para pemain sepak bola (sepak bola Indonesia), seakan-akan terlihat jelas saat Menpora menolak hasil kalah yang telah diputuskan oleh PTUN, belum lagi menolak bertemu dengan pihak PSSI saat mereka datang menemui Menpora dikantornya.
Deritapun seakan semakin bertambah saat FIFA memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada kepada PSSI, setelah menilai PSSI melanggar Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA terkait intervensi pemerintah terhadap federasi. Sanksi tersebut menyebabkan Indonesia tidak bisa mengikuti kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan oleh AFC maupun FIFA.
Benar PSSI belum sempurna dalam mengelola kompetisi sepak bola di negri kita ini, tapi jika kita harus menyebut prestasinya nol besar itu juga terlalu emosional. Pasca tahun 1991 setidaknya timnas senior sudah pernah juara Piala Kemerdekaan 4 kali, juara 2 Piala AFF 4 kali dan juga lolos kompetisi Piala Asia. Timnas U-19 juara piala HKFA, juara piala AFF, dan lolos ke Piala Asia dengan menghajar Korea Selatan 3-2. Memang sejak tahun 2012 upaya agar klub-klub sepak bola Indonesia bebas APBD membuat beberapa pemain terlantar gajinya, akan tetapi hal tersebut tidak sebanding dengan prosentase pemain lainnya yang hidup nyaman karena gajinya lancar. Lalu bagamana nasib pelatih, wasit, serta calon perangkat pertandingan lainnya yang sudah berhasil meng-upgrade lisensi strandar internasional mereka jika tidak digunakan. Liga-liga meski belum sempurna tetapi tetap tuntas menghasilkan juara supaya bisa resmi mewakili Indonesia di ajang internasional.
Mencari Jalan Keluar
Seakan ingin mengejek dunia sepak bola Indonesia yang semakin terpuruk, seorang mafia sepak bola asal Indonesia tertangkap oleh kepolisian Singapura. Seorang warga negara Indonesia bernama Nasiruddin terbukti mencoba melakukan pengaturan skor pertandingan sepak bola di SEA Games 2015 yang digelar di Singapura. Akhirnya dia dan beberapa orang rekannya dijatuhi hukuman penjara di Singapura. Ada yang patut dicontoh dalam kejadian ini, Singapura melalui kepolisiannya bisa membekuk mafia-mafia pengatur pertandingan dengan baik. Sedangkan polisi Indonesia selama ini hanya ditugaskan untuk melarang memberi izin pertandingan. Oleh karena itu jika ingin fokus mencari solusi, kenapa tidak mencontoh Singapura saja dimana polisi diajak bekerja sama untuk menangkap mafia sepak bola.
Pada tahun 2006 Liga Italia dihebohkan dengan skandal mafia pengatur pertandingan (Calciopoli) yang melibatkan klub-klub besar di negara tersebut. Skandal pengaturan pertandingan mungkin tidak akan terlalu terasa efeknya jika hanya menimpa klub-klub kecil, namun ketika klub sebesar AC Milan, Juventus, Lazio, Fiorentina yang merupakan ikut terlibat dalam masalah pengaturan skor, lain lagi ceritanya.
Skandal mafia yang menimpa klub besar asal Italia ini terungkap diawali dengan investigasi yang dilakukan oleh GEA World, agensi sepak bola Italia. Melalui investigasi tersebut terungkap bahwa pada musim 2004-2005 lewat percakapan antara dua petinggi Juventus Luciano Moggi dan Antonio Giraudo, mereka mempengaruhi kinerja wasit untuk memberikan keuntungan kepada Juventus saat melakukan pertandingan. Dimana akhrinya ikut menyeret beberapa nama penting sepak bola Italia lainya.
Lalu apa dampak terungkapnya kasus tersebut, Si Nyonya Tua (Juventus) sempat terancam akan diturunkan ke Serie C1 atau C2. Namun akhirnya hukuman untuk Juventus diperlunak, hanya diturunkan ke Serie B. Kemudian Juventus juga harus memulai kompetisi musim 2006-2007 dengan pengurangan poin. Dan tak hanya itu saja, Luciano Moggi yang saat itu menjabat sebagai manajer utama Juventus, dihukum tidak boleh ikut terlibat di sepak bola seumur hidup. Sedangkan Fiorentina, AC Mian dan Lazio yang pada mulanya sempat terancam untuk diturunkan juga ke Serie B, dapat tetap berlaga di Serie A tetapi dengan pengurangan poin.
Kedua negara tersebut bisa menyelesaikan masalah sepak bola yang mereka derita dengan mengatasi masalah pokoknya, yakni menghukum langsung setiap pelaku dan instansi yang terkait dengan hukuman yang berat. Seharusnya PSSI dan Menpora bisa belajar dan meniru kejadian yang menimpa Singapura dan Italia tersebut, bukan tetap sibuk dengan agendanya masing-masing. PSSI harusnya tidak selalu mengurusi hasil putusan PTUN, dan Menpora juga harusnya tidak hanya mengurusi penyelenggaraan Piala Kemerdekaan. Ada baiknya jika PSSI dan Menpora duduk manis bersama mencari suatu jalan keluar untuk menyelesaikan kondisi semrawut sepak bola kita ini. Sudah terlalu lama masalah sepak bola negara kita ini berlangsung, rakyat Indonesia sudah merindukan kompetisi sepak bola yang bisa menjadi hiburan disaat kondisi ekonomi negara ini yang tidak kunjung pulih.
Post on 22 October 2015 | 0 Comment(s)
Other Articles :
|
|
||||||||||